Wednesday, 8 July 2015

Pohon yang Kehilangan Rohnya

Kali ini, saya ingin bercerita tentang salah satu kebiasaan yang 
ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon, yang 
letaknya
 di Pasifik Selatan.
 Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang
menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa ? Kebiasaan ini ternyata mereka 
lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat kuat dan 
sulit 
untuk dipotong dengan kapak.

  Inilah yang mereka lakukan, jadi tujuannya supaya pohon itu mati.
 Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih kuat dan berani akan
 memanjat
hingga ke atas pohon itu.

  Lalu, ketika sampai di atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada
 di bawah pohon, mereka akan berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu.
  Mereka lakukan teriakan berjam-jam, selama kurang lebih empat puluh
hari.
  Dan, apa yang terjadi sungguh menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu
 perlahan-lahan daunnya akan mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya
 juga mulai
 akan rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan dengan demikian,
 mudahlah ditumbangkan.



Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh penduduk primitif ini
 sungguhlah aneh.
  Namun kita bisa belajar satu hal dari mereka. Mereka telah membuktikan
 bahwa
 teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup tertentu seperti
pohon akan
 menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya.

  Akibatnya, dalam waktu panjang, makhluk hidup itu akan mati.
  Nah, sekarang, apakah yang bisa kita pelajari dari kebiasaan penduduk
 primitif di kepulauan
 Solomon ini ? O, sangat berharga sekali! 

Yang jelas, ingatlah baik-baik 
bahwa setiap kali
 anda berteriak kepada mahkluk hidup tertentu maka berarti anda sedang 
mematikan rohnya.  

Pernahkah anda berteriak pada anak anda? “Ayo cepat !” “Dasar tukang terlambat” “Hitungan mudah begitu aja nggak bisa dikerjakan?” “Ayo,
 jangan
 main-main disini”. “Berisik !” 

Atau, pernahkah anda berteriak 
kepada
 orang tua anda karena merasa mereka membuat anda jengkel? “Kenapa sih 
makan aja berceceran ?” “Kenapa sih sakit sedikit aja mengeluh begitu?” 
”Kenapa sih jarak dekat aja minta diantar ?” “Mama, tolong nggak usah
 cerewet, boleh nggak?” 

Atau, mungkin anda pun berteriak balik kepada
 pasangan hidup anda karena anda merasa sakit hati? “Saya nyesel 
kawin 
dengan orang seperti kamu!” “Bodoh banget jadi laki nggak
 bisa 
apa-apa!” “Aduh, perempuan kampungan banget sih!?”


Atau, bisa seorang guru berteriak pada anak didiknya? “E, tolol. Soal
 mudah 
begitu aja nggak 
bisa. Kapan kamu mulai akan jadi pinter?” 

Atau seorang atasan berteriak 
pada 
bawahannya 
saat merasa kesal, “Tahu nggak ? Karyawan kayak kamu tuh kalo pergi, aku 
gak bakal nyesel.
 Ada banyak yang bisa gantiin kamu? “Sial!
 Kerja gini nggak becus? Ngapain gue gaji elu?”



Ingatlah ! Setiap kali anda berteriak pada seseorang karena merasa 
jengkel,
 marah, terhina, 
terluka, ingatlah dengan apa yang diajarkan oleh penduduk kepulauan
 Solomon 
ini.
  Mereka mengajari kita bahwa setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai
 mematikan roh pada 
orang yang kita cintai. Kita juga mematikan roh yang mempertautkan
 hubungan
 kita.
 Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena emosi-emosi kita
 perlahan-lahan, pada akhirnya 
akan membunuh roh yang telah melekatkan hubungan kita.



Jadi, ketika masih ada kesempatan untuk berbicara baik-baik, cobalah 
untuk
mendiskusikan
 mengenai apa yang Anda harapkan. Coba kita perhatikan dalam kehidupan
 kita
sehari-hari.
Teriakan, hanya kita berikan tatkala kita bicara dengan orang yang jauh
 jaraknya, bukan? 
Nah, tahukah anda mengapa orang yang marah dan emosional, mengunakan 
teriakan-teriakan
 padahal jarak mereka hanya beberapa belas centimeter. Mudah
 menjelaskannya.
  Pada realitanya,
 meskipun secara fisik mereka dekat tapi sebenarnya hati mereka begitu
 jauhnya.
 Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak!

 Selain itu, dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha 
melukai
 serta mematikan 
roh pada orang yang dimarahi kerena perasaan-perasaan dendam, benci atau
 kemarahan yang dimiliki.
  Kita berteriak karena kita ingin melukai, kita ingin membalas.








Jadi mulai sekarang, ingatlah selalu.  Jika kita tetap ingin roh pada
 orang
 yang kita sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak mati, janganlah  
menggunakan teriakan-teriakan. Tapi, sebaliknya apabila anda ingin 
segera membunuh roh pada orang lain ataupun roh pada hubungan anda,
 selalulah berteriak.
  Hanya ada 2 kemungkinan balasan yang anda akan terima. Anda akan semakin
 dijauhi. Ataupun anda akan mendapatkan teriakan balik, sebagai
 balasannya.

  Saatnya sekarang, kita coba ciptakan kehidupan yang damai, tanpa harus
 berteriak-teriak untuk mencapai tujuan kita.
 

(author unknown)


Saya pikir, bukan hanya teriakan saja yang akan mematikan roh seseorang, tetapi juga kata-kata negatif yang terus dilontarkan. Karena itulah kenapa mulai sejak bayi di dalam rahim, seorang ibu harus mulai membiasakan kata-kata positif untuk pertumbuhan bayi yang sehat secara jasmani maupun rohani. Dan pemberian kata-kata positif  tersebut harus terus berlanjut ketika si anak sudah lahir dan bertumbuh.  

Kita semua sebaiknya melontarkan kata-kata positif kepada anak kita, suami/istri kita, anak didik yang kita ajar di sekolah maupun latih di bidang non akademis, rekan kerja kita.  Ketika kata-kata positif dilontarkan, maka kita menstimulasi otak si penerima kata-kata tersebut untuk bisa berperilaku sama dan melalui kata-kata tersebut, kita juga memberikan encouragement yang bisa membuat si penerima menjadi percaya diri, bahkan mereka yang di lingkungan kerja, akan meningkat performanya.




2 comments:

  1. I like the story Mam, cuman penasaran dengan kata2 apa yang dipakai untuk meneriaki pohon?

    ReplyDelete
  2. Masalahnya saya juga tidak bisa tanya penulisnya sih……:)
    Mungkin "kamu tidak berguna….." atau "matilah kau….." ngkali ya……:)

    ReplyDelete