Kali ini, saya ingin bercerita tentang salah satu
kebiasaan yang
ditemui pada penduduk yang tinggal di sekitar kepulauan Solomon,
yang
letaknya
di Pasifik Selatan.
Nah, penduduk primitif yang tinggal di sana
punya sebuah kebiasaan yang
menarik yakni meneriaki pohon. Untuk apa ? Kebiasaan
ini ternyata mereka
lakukan apabila terdapat pohon dengan akar-akar yang sangat
kuat dan
sulit
untuk dipotong dengan kapak.
Inilah yang mereka lakukan, jadi
tujuannya supaya pohon itu mati.
Caranya adalah, beberapa penduduk yang lebih
kuat dan berani akan
memanjat
hingga ke atas pohon itu.
Lalu, ketika sampai di
atas pohon itu bersama dengan penduduk yang ada
di bawah pohon, mereka akan
berteriak sekuat-kuatnya kepada pohon itu.
Mereka lakukan teriakan berjam-jam,
selama kurang lebih empat puluh
hari.
Dan, apa yang terjadi sungguh
menakjubkan. Pohon yang diteriaki itu
perlahan-lahan daunnya akan mulai
mengering. Setelah itu dahan-dahannya
juga mulai
akan rontok dan perlahan-lahan
pohon itu akan mati dan dengan demikian,
mudahlah ditumbangkan.
Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh
penduduk primitif ini
sungguhlah aneh.
Namun kita bisa belajar satu hal dari
mereka. Mereka telah membuktikan
bahwa
teriakan-teriakan yang dilakukan
terhadap mahkluk hidup tertentu seperti
pohon akan
menyebabkan benda tersebut
kehilangan rohnya.
Akibatnya, dalam waktu panjang, makhluk hidup itu akan
mati.
Nah, sekarang, apakah yang bisa kita pelajari dari kebiasaan
penduduk
primitif di kepulauan
Solomon ini ? O, sangat berharga sekali!
Yang
jelas, ingatlah baik-baik
bahwa setiap kali
anda berteriak kepada mahkluk hidup
tertentu maka berarti anda sedang
mematikan rohnya.
Pernahkah anda berteriak
pada anak anda? “Ayo cepat !” “Dasar tukang terlambat” “Hitungan mudah begitu
aja nggak bisa dikerjakan?” “Ayo,
jangan
main-main disini”. “Berisik !”
Atau,
pernahkah anda berteriak
kepada
orang tua anda karena merasa mereka membuat anda jengkel? “Kenapa sih
makan aja berceceran ?” “Kenapa sih sakit sedikit
aja mengeluh begitu?”
”Kenapa sih jarak dekat aja minta diantar ?” “Mama,
tolong nggak usah
cerewet, boleh nggak?”
Atau, mungkin anda pun berteriak balik
kepada
pasangan hidup anda karena anda merasa sakit hati? “Saya
nyesel
kawin
dengan orang seperti kamu!” “Bodoh banget jadi laki
nggak
bisa
apa-apa!” “Aduh, perempuan kampungan banget sih!?”
Atau, bisa
seorang guru berteriak pada anak didiknya? “E, tolol. Soal
mudah
begitu aja
nggak
bisa. Kapan kamu mulai akan jadi pinter?”
Atau seorang atasan
berteriak
pada
bawahannya
saat merasa kesal, “Tahu nggak ? Karyawan kayak
kamu tuh kalo pergi, aku
gak bakal nyesel.
Ada banyak yang bisa gantiin kamu?
“Sial!
Kerja gini nggak becus? Ngapain gue gaji elu?”
Ingatlah ! Setiap kali anda berteriak pada
seseorang karena merasa
jengkel,
marah, terhina,
terluka, ingatlah dengan apa
yang diajarkan oleh penduduk kepulauan
Solomon
ini.
Mereka mengajari kita bahwa
setiap kali kita mulai berteriak, kita mulai
mematikan roh pada
orang yang kita
cintai. Kita juga mematikan roh yang
mempertautkan
hubungan
kita.
Teriakan-teriakan, yang kita keluarkan karena
emosi-emosi kita
perlahan-lahan, pada akhirnya
akan membunuh roh yang telah
melekatkan hubungan kita.
Jadi, ketika masih ada kesempatan untuk berbicara
baik-baik, cobalah
untuk
mendiskusikan
mengenai apa yang Anda harapkan. Coba
kita perhatikan dalam kehidupan
kita
sehari-hari.
Teriakan, hanya kita berikan
tatkala kita bicara dengan orang yang jauh
jaraknya, bukan?
Nah, tahukah anda
mengapa orang yang marah dan emosional, mengunakan
teriakan-teriakan
padahal
jarak mereka hanya beberapa belas centimeter. Mudah
menjelaskannya.
Pada
realitanya,
meskipun secara fisik mereka dekat tapi sebenarnya hati mereka
begitu
jauhnya.
Itulah sebabnya mereka harus saling berteriak!
Selain itu,
dengan berteriak, tanpa sadar mereka pun mulai berusaha
melukai
serta
mematikan
roh pada orang yang dimarahi kerena perasaan-perasaan dendam, benci
atau
kemarahan yang dimiliki.
Kita berteriak karena kita ingin melukai, kita
ingin membalas.
Jadi mulai sekarang, ingatlah selalu. Jika kita
tetap ingin roh pada
orang
yang kita sayangi tetap tumbuh, berkembang dan tidak
mati, janganlah
menggunakan teriakan-teriakan. Tapi, sebaliknya apabila anda
ingin
segera membunuh roh pada orang lain ataupun roh pada hubungan anda,
selalulah berteriak.
Hanya ada 2 kemungkinan balasan yang anda akan
terima. Anda akan semakin
dijauhi. Ataupun anda akan mendapatkan teriakan
balik, sebagai
balasannya.
Saatnya sekarang, kita coba ciptakan kehidupan yang
damai, tanpa harus
berteriak-teriak untuk mencapai tujuan kita.
(author unknown)
Saya pikir, bukan hanya teriakan saja yang akan mematikan roh seseorang, tetapi juga kata-kata negatif yang terus dilontarkan. Karena itulah kenapa mulai sejak bayi di dalam rahim, seorang ibu harus mulai membiasakan kata-kata positif untuk pertumbuhan bayi yang sehat secara jasmani maupun rohani. Dan pemberian kata-kata positif tersebut harus terus berlanjut ketika si anak sudah lahir dan bertumbuh.
Kita semua sebaiknya melontarkan kata-kata positif kepada anak kita, suami/istri kita, anak didik yang kita ajar di sekolah maupun latih di bidang non akademis, rekan kerja kita. Ketika kata-kata positif dilontarkan, maka kita menstimulasi otak si penerima kata-kata tersebut untuk bisa berperilaku sama dan melalui kata-kata tersebut, kita juga memberikan encouragement yang bisa membuat si penerima menjadi percaya diri, bahkan mereka yang di lingkungan kerja, akan meningkat performanya.